Minggu, 18 September 2011

Missing It


I dream about something which always  makes me missing it
It is bright and seems like it always there and waits for me
It  feels warm like it hugs me tightly
It always smiles and makes me feel better
It tastes good and i want it more and more
It is soft and i don't want to let it go
It  feels good, when I am there, taste it , feel it, see it

I hate when suddenly i wake up and find that it has been left behind.
I hate, i let it go
I hate being so depending on it
I hate being so far from it
I feel like i can’t live without it
But here I am, living so far from it
And i don’t know what is it

Bulan dan Sang Mentari

Seneng banget waktu liat kata-kata aneh yang saya buat lalu saya foto, dijadiin dp bbm sama temen. Ternyata kata-katanya bermakna gitu dah buat orang lain. Sebenernya kata-kata itu sih merupakan suatu pesan untuk seseorang yang suka sama saya. Saya merasa gak pantes disukain sampai kaya gitu. Selain karna bertaun-taun lamanya, saya juga waktu itu sudah punya yang lain. Ga enak gitu dah pokoknya. Oya dari pada curcol gini, langsung aja kali ya saya kasi tahu apa tulisannya, ini dia :

“Aku hanya bulan yang meminjam sinar dari Sang Mentari. Seharusnya kamu tidak mengagumi aku. Kamu harusnya memuja Sang Mentari, karna dialah yang meminjamkan sinarnya dan menjadikanku indah.”

Bacanya mungkin rada geuleh ya. Tapi sebagai pembuatnya, 4 kalimat ini mewakili perasaan saya (pada waktu itu) banget dan saya merasa agak lega juga setelah menulis 4 kaimat di atas. Rangkain kata memang kadang-kadang bisa lebih efektif dari apapun. 

Anehnya sekarang 4 kata ini bermakna beda untuk saya. Sekarang kata-kata itu bukan untuk seseorang itu lagi melainkan untuk saya. Maksudnya gini sebelum saya terlalu mengagumi manusia, lebih baik saya mengagumi Penciptanya dulu. Karna tanpa Sang Pencipta dan Sang Pemberi Pinjaman Sinar ga mungkin ada dia yang seindah itu kan?!

Selasa, 06 September 2011

Ibuku, Inspirasiku

Ibuku adalah orang yang paling mengenalku. Selain karna dia sudah merawatku hampir seumur hidupku,  sbagian besar waktuku dihabiskan bersamanya (berhubung Bapak kerja di luar kota hampir seumur hidupku dan jarang pulang). Memang Ibu sibuk, kadang harus pulang malam atau keluar kota. Namun intensitas dan kualitas pertemuan kitalah yang menjadikan kita dekat.

Biasanya waktu liburan Ibu sengaja mengajak aku sama adikku untuk berkunjung ke orang-orang yang dibantu Yayasan Ibu. Memang si agak capek, karna selain daerahnya terpencil, terkadang daerah itu tidak bisa dijangkau dengan mobil dan jarak rumahnya jauh-jauh.  Apalagi yang di pegunungan, jalannya naik turun. Trus ntar kalu udah nyampe rumahnya, kadang gak ada tempat duduk, jadi susah buat istirahat.

Walaupun keadaannya seperti itu aku senang bisa berkunjung. Menyadarkanku bahwa aku orang yang beruntung. Orang-orang yang dikunjungi ada yang rumahnya cuma terbuat dari asbes atau daun kelapa kering dan triplek atau kayu. Ada juga yang ruangan rumahnya itu terdiri dari dua ruangan kecil dan (jujur) lebih mirip kandang ayam nenekku yang di kampung. Sedih banget ngeliatnya. Hidup mereka susah. Butuh kerja keras buat makan sekali, apalagi memenuhi kebutuhan yang lain seperti sekolah.

Sekolah di tempat yang biasa Ibu kunjungi gak kayak sekolahku atau sekolah-sekolah yang di kota. Paling terdiri dari satu ruangan. (Ruangan yang lainnya udah mau roboh si.) Trus gimana belajarnya? Nah kata ibu si ya, kelas 1,2,3 itu digabung. Jadi disekat-sekat gitu ruangannya. Sedangkan kelas 4,5,6 nya masuk siang. (Ini SDnya aja ya, maklum SMPnya gak ada. Kalau mau lanjut ke SMP harus ke kota.) Dengan bantuan yayasan, sekolah ini akirnya bisa dibangun dan anak-anaknya juga bisa dapet buku, sepatu, tas serta keperluan sekolah lainnya, dan juga beasiswa untuk siswa yang berprestasi.

Bangga banget punya Ibu yang bisa kerja kayak gini, yang peduli sama rakyat kecil. Memang si kerjaan Ibu banyak banget. Selain ngurus orang-orang itu, Ibu juga harus mimpin yayasan dan memikirkan darimana yayasan ini dapet uang buat gaji karyawan dan buat bantu orang-orang ini. Terkadang orang-orang yang dibantu juga merasa kurang puas dan mereka protes (pernah sampe demo dan masuk koran). Capek deh kerjaanya Ibu, tapi ya gaji juga gak seberapa. Walaupun begitu Ibu tetep bahagia.
Apa si yang buat Ibu bahagia sama kerjaan yang seperti itu? Udah pernah nanya si sama Ibu, jawabannya panjang banget. Intinya Ibu seneng bisa bantu dan bisa membuat orang-orang ini tersenyum. Liat mereka seneng itu loh yang buat Ibu seneng. 

Sekedar bagi pengalaman ya; Kadang-kadang orang yang dibantu Ibu bawaain hasil kebun atau hasil tangkapan mereka ke rumah atau ke kantor Ibu. Masalahnya kadang-kadang jumlahnya itu agak terlalu berlebihan. Pernah Ibu dikasi cumi-cumi, udang, dan ikan laut-yang ga tahu jenisnya apa aja- banyaknya itu satu pikep. (Kayak jualan jadinya. Belum lagi baunya. Hadeeh. Amis banget.) Tapi sama Ibu dibagi-bagiin sama orang-orang (ga tahu siapa aja). Trus pernah dikasi kentang, wortel, tomat dan masih banyak yang lain yang banyaknya minta ampun. Pengen ketawa si kadang-kadang. Tapi ya disyukuri aja. Haha,,

Lewat itu semua Ibu mengajarkan banyak hal sama aku. Ibu menunjukkan dunia yang sebenarnya padaku. Banyak orang yang butuh pertolongan kita dan masih banyak yang bisa dilakukan buat bantu mereka. Berusaha sekuat tenaga, meski harus dimarahin orang atau diejekin. Jangan lupa juga untuk memberikan itu dengan tulus.

Aku ingin bisa menjadi seperti Ibu, bisa membantu orang lain, bisa berbuat sesuatu buat negara ini. Ga usah lah banyak komplain, harus mulai melakukan itu untuk menciptakan visi kita dan terus lakukan itu. ( Jadi inget tema HUT sekolahku yang ke 26. Judulnya itu “Stop Complaining, Start Doing, Keep Moving” . Semoga bukan hanya sekedar tema ya, tapi bisa dipraktekkan.) 

Karna berhubung aku masih muda dan kewajiban utamanya sekarang masih belajar. Jadi ya aku harus belajar sehingga  ntar bisa lulus cepet. Bisa melakukan sesuatu buat membantu mereka. Ga harus buat yayasan kayak Ibu si. Kan masih bisa bergabung dengan yang sudah ada atau lakukan aja dengan cara masing-masing. Aku punya visi dan caraku sendiri. Namun yang memulai itu adalah Ibu. Ibu yang menanamkan kepekaan terhadap lingkungan sekitarku. Ibuku benar-benar telah menginspirasiku.