Rabu, 20 Juli 2011

Saat Indah

Saat indah menemukan dirimu tertawa bersamaku.
Saat indah menemukanmu di kala sedihku
Saat indah menemukanmu ketika aku bahagia
Saat indah menikmati kasih yang kau beri

Saat indah bertumbuh bersamamu
Saat indah dirimu membantuku dikala ku susah
Saat indah dirimu bersinar di hari-hariku
Saat indah menikmati keberadaanmu

Saat indah matamu memandang mataku
Saat indah bibirmu memanggil namaku
Saat indah tanganmu memegang tanganku
Saat indah ketika bersamamu

Selasa, 19 Juli 2011

Berantem dengan Ibu

Hai para anak, pernahkah anda berantem/ bercekcok/ adu mulut (atau apapun sebutan kalian untuk itu) dengan ibu kalian? Saya pribadi baru saja mengalaminya. Bukan perbuatan yang dibanggakan tentu saja. Awalnya saya merasa tidak perlu minta maaf karena memang itu salah ibu saya. Namun setelah saya berbicara dengan ayah saya, saya menjadi malu sendiri. Dia menertawakan saya dan bertanya, " Sudah berapa lama kau mengenal Ibu? Kaya baru pertama kali saja kamu berantem sama ibumu?"

Yah saya mengenal ibu saya sudah lama. Sudah terbiasa dengan kebiasaan buruknya dan hapal dengan apa yang harus dilakukan jika dia melakukannya. Namun kemarin saya lepas kendali. Itu salah saya. 

Ayah saya berkata seperti apapun Ibu, dia tetap Ibu saya dan seperti apapun saya saya tetap anaknya. Dia manusia biasa punya kelemahan dan itu harus diterima. Tergantung dari cara kita memandang. Seperti ayah saya memandang kelemahan Ibu. Saya terkejut sekali ketika ayah saya bilang bahwa kejelekan sikap Ibu saya adalah anugrah dan dia berterimakasih atasnya. Sikap-sikap itulah yang membentuk ayah saya dan saya sekarang, memproses saya dan ayah saya. Walaupun hasil dari proses itu tetap tergantung dari cara kita memandang juga.

Teman, pernahkah anda berfikir tentang kebaikan ibu anda? Bagaimana dia mengandung, melahirkan dan merawat anda sampai anda ada pada saat ini? Berapa banyak pengoorbanan yang dia berikan dan berapa banyak yang kita berikan? Pikirkanlah hal ini ketika anda sedang marah/ kesal dengan ibu anda. Bagaimana jika kali ini kalian yang berkorban sedikit dan minta maaf padanya? Saya rasa tidak ada salahnya lagipula ini tidak ada kerugiannya. Saya rasa kita bisa melakukannya. Merendahkan diri sedikit dan meminta maaf padanya.


Debu dan Sang Bulan

Juni 2011, 

Aku terdiam menatap sang penguasa malam. Tak pernah berhenti untuk mengaguminya. Dan aku teringat oleh seseorang yang kuanggap sbagai bulanku. Walau dia dekat, namun jarak antara kita seperti bulan dan bumi. Sangat jauh. Ingin bisa menggapai namun tidak banyak berharap. Karena aku tahu dia dan aku telah berakhir. Aku ingin dia bisa mengenangku seperti aku mengenangnya. Namun aku tidak pernah menjadi matahari atau bumi baginya. Aku hanya setitik debu di antariksa. Tidak berarti dan terlupakan. Tetapi sekali lagi dia adalah bulan; tak terlupakan bagi debu yang mengambang di antara bumi dan bulan. Sang Bulan tidak akan pernah tahu bahwa debu ini ingin supaya bulan bisa melihat dan mengingatnya. Apakah debu pantas diingat oleh Sang Bulan? Menurutku tidak.

Aku menghela nafas. Sadar akan posisiku. Sadar tentang apa yang telah berakir dan tidak pantas untuk diharapkan. Kututup mataku, memeriksa hati, mencari rasa sayang untuknya. Ternyata aku masih dapat menemukannya. Namun rasa ingin memiliki sudah lenyap. Kini perasaan ini lebih tulus. Meski diawali dengan rasa sakit, aku melepas dan mengikhlaskannya. Berharap dan mendoakan dia mendapatkan wanita yang lebih baik juga kehidupan yang lebih baik. Aku memutuskan untuk melanjutkan hidupku. Banyak hal yang perlu dihadapi di depan. Debu ini telah kembali berkelana ; terbang dari tata surya satu ke tata surya lain. Perjalanan panjangnya telah dimulai. Namun Debu tidak akan pernah melupakan Sang Bulan bahkan saat dia bertemu benda langit yang lebih indah sekalipun.